Pengikut

Jumat, 31 Agustus 2012

Kunci Entrepreneurship, Kreatif dan Inovatif

Kunci Entrepreneurship, Kreatif dan Inovatif

Kunci Entrepreneurship, Kreatif dan Inovatif
Dunia usaha boleh saja berubah cepat. Sayangnya, teori-teori yang muncul, relative tidak diperbarui. Hasilnya? Peter Dracker, pakar ekonom dan manajemen. Langsung menuding. Katanya, “Ekonomi berdasarkan manajemen telah mati!”. Komentarnya ini sebagai
sikapnya terhadap upaya penerapan teori yang dihasilkan dari kajian akademis seringkali terbentur berbagai variable yang tak pernah diperhitungkan sebelumnya.
Bagaimana Paul Ormerod? Lebih ekstrim lagi. Malah secara tegas mengemukakan pendapat yang seolah memvonis bahwa ilmu ekonomi –secara keseluruhan- telah mati. Dracker menilai, manajemen amat lambat menjawab perubahan yang terjadi. Ia melihat, pihak yang mampu menjawab perubahan dunia usaha yang begitu cepat bukanlah manajemen, tetapi ekonomi berdasarkan kewirausahaan (entrepreneurship).
Itu sebabnya Dracker maupun Paul EMrod haqul yaqin, maju mundurnya perusahaan tergantung pada kemampuan sang entrepreneur –umumnya pendiri atau pemilik usaha- untuk mengembangkan bisnisnya. Kesimpulannya, kegagalan sang pemilik memajukan perusahaan, berakibat mandeknya perusahaan yang bersangkutan. Artinya, terdapat ketergantungan yang begitu tinggi terhadap sang entrepreneur (si empunya perusahaan/sang wira usaha)
Begitupun Prof. Alejandrino J. Ferreria dari Asean Institute of Management di Filipina, sami mawon. Menurutnya, superioritas usaha yang digeluti amat ditentukan oleh paradigma wirausaha itu sendiri. “Sukses yang dicapai sekarang, tidak ada artinya jika tidak diimbangi dengan perencanaan dan kemampuan melihat ke depan,” ungkap Alejandrino dalam suatu lokakarya di lembaga manajemen PPM di Jakarta. Masih kata Alejandrino, setidaknya ada empat paradigma yang dapat membuat seorang wirausaha menjadi sukses atau superior di tingkat persaingan usaha yang semakin ketat.
Pertama, seorang wirausaha harus mampu memprediksi kemungkinan dimasa mendatang. Sebab, entrepreneur itu harus sarat ide-ide, seolah hanya melihat peluang dan kepuasan pelanggan. Sedangkan eksekutif, adalah seorang yang senantiasa menyelesaikan masalah yang timbul di perusahaan. Paradigma kedua, fleksibilitas dari sang wirausaha. “Seorang entrepreneur harus bisa cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja maupun lingkungan usaha,” paparnya.
Nah, hal ini diyakini akan membawa perusahaan untuk terus bisa bertahan. Ketiga, rule of the game, harus dinamis dalam mengantisipasi sebagal macam kemungkinan sebagai kemampuan mengubah aturan main. Hal ini berkaitan erat dengan inovasi atau penciptaan hal-hal baru dalam berbisnis. Perubahan sistim pembayaran tariff telepon selular dari pascabayar ke prabayar merupakan contoh nyata perubahan aturan main (rule of the games) yang sangat antisipatif.
Paradigma keempat adalah kemampuan melanjutkan perubahan dari aturan atau bentuk yang telah ada sebelumnya. “Inovasi yang kita buat dalam beberapa masa ke depan akan selalu tertinggal. Kemampuan memperbaharui produk dan aturan main inilah yang dapat membuat seorang wirausaha menjadi superior, “ tandas Alejandrino serius. Tapi tunggu dulu, kenyataan lain mengungkap bahwa kewirausahaan seorang entrepreneur saja ternyata belum cukup. Sebab, tentu ada keterbatasanketerbasatan sang wirausaha itu sendiri dalam menggelindingkan roda usahanya.
Itu sebabnya seorang wirausaha tidak boleh pelit dalam menularkan (mentransformasikan) ilmu entrepreneurshipnya kepada individu-individu di setiap lini perusahaannya. Nah, ini yang disebut dengan intrapreneurship atau intrausaha. Sebab, pada dasarnya, intrapreneurship adalah jiwa wirausaha yang juga merupakan hal mutlak yang harus dibangkitkan pada individu-individu dalam suatu perusahaan.
Konon, intrapreneurship belakangan makin berkembang saat perusahaan pusing tujuh keliling memikirkan pesaing-pesaing barunya yang memiliki sumber daya manusia dengan tingkat entrepreneurship amat tnggi. “Timbulnya fenomena ‘baru’ sebperti ini, pada akhirnya memaksa perusahaan untuk mentransformasikan jiwa wirausahanya kepada individu-individu di organisasinya,” kata pakar pemasaran dari Universitas Indonesia D. Rhenald Kasali. Kedepan, lanjutnya, kombinasi antara entrepreneurship dan intrapreneurship inilah yang akan menjadi kendaraan untuk mencapai tujuan secara optimal. Jadi, ketika manajemen dianggap mati dan digantikan kewirausaha, bukan berarti manajemen tak diperlukan sama sekali. Manajemen tetap perlu, dan sebagai
jawabannya ada pada intrausaha.
Jadi, intrausaha merupakan kombinasi antara wirausaha dengan manajemen, karena jiwa entrepreneur juga tumbuh dari sebuah
organisasi yang dijalankan dengan mengadopsi manajemen sebagai sarana mentransformasikannya. Memang, seperti kata Rhenald, entrepreneurship wajib dimiliki setiap pemimpin (leader) masa kini. Namun entrepreneurship dapat diciptakan, bukan hanya dilahirkan.
Karena itu, entrepreneur adalah seorang individu yang terorganisasi dengan baik, bukan acak-acakan dan tak ter struktur.
Lantas, bagaimana MLM? Banyak menyebut, bidang usaha ini “Universitas Entrepreneur”. Maklumlah, di bisnis yang memadukan selling dan sponsoring ini, setiap pelakunya diarahkan menjadi pengusaha mandiri, tanpa melihat embel-embel pendidikan maupun status sosial lainnya. Mereka terus dituntut kreatif dan inovatif dalam setiap kondisi, bangkit dari kegagalan, menciptakan  downlinenya sebagai wirausaha juga. Tanpa duplikasi ini, jangan berharap seseorang menunai kesuksesan di MLM.
Jadilah Entrepreneur yang Kreatif dan Inovatif. Tetap semangat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar