Penggunaan kolam dengan kedalaman dua meter atau lebih merupakan
teknik budidaya yang relatif baru bagi para pembudidaya ikan.
Pembudidaya biasa menggunakan kolam dengan kedalaman berkisar antara 1,0
– 1,2 m. Adopsi teknik budidaya ini dapat memberikan dampak yang
positif bagi para pembudidaya, mengingat penambahan rata-rata kedalaman
kolam sekitar 80 – 100 cm dapat meningkatkan efisiensi penggunaan lahan
hingga 400% (dalam pemanfaatan luas) atau 150% (dalam pemanfaatan
volume). Secara finansial, pendalaman kolam hanya memerlukan biaya
sekitar Rp 30.000/m3 sedangkan biaya perawatan/perbaikan kolam tidak
mengalami perubahan.
Ongrowing production of Indonesian Gouramy
description
|
Satuan | ||
pond square | M2 | 300 | 300 |
pond depth | M | 1 | 2 |
stocking | |||
density | Ekor/m2 | 3 – 5 | 9 – 11 |
size | Ekor/kg | 250 – 350 | 250 – 350 |
amount | EkorKg | 900300 | 2700900 |
rearing | |||
commercial feed | % bobot tubuh/hariKg total | 1 – 3350 – 400 | 1 – 31100 – 1200 |
leafes | % bobot tubuh/hari | 1 – 2atau secukupnya | 1 – 2atau secukupnya |
harvesting | |||
size | Ekor/kg | 600 – 750 | 600 – 750 |
survival | % | 85 – 95 | 85 – 95 |
amount | Kg | 600 – 700 | 1800 – 2500 |
Penggunaan kolam dengan kedalaman dua meter dapat memberikan dampak
positif pada usaha budidaya gurame. Kolom air yang lebih dalam
memberikan kesempatan yang lebih lama pada ikan untuk menangkap pakan
tenggelam yang diberikan sesuai dengan karakteristik biologi ikan gurame
yang cenderung lambat merespon pakan. Selain itu, bentuk ikan yang
pipih dengan gerakan yang cenderung dominan vertikal juga dapat lebih
mengefisienkan kolom air yang dalam dibandingkan dengan pada kolom air
yang dangkal. Tingkah laku ikan gurame yang sangat responsif terhadap
gangguan eksternal juga dapat dikurangi pada kedalaman kolam dua meter
dibanding dengan satu meter. Walaupun di sisi lain, peningkatan padat
tebar pada kolam dua meter dapat mengakibatkan ikan kurang dapat
menerima stress internal yang mungkin terjadi, misalnya: gesekan antar
ikan saat terjadi kejutan. Selain itu, peningkatan padat tebar juga
berimplikasi pada peningkatan beban bahan organik dari sisa pakan dan
kotoran ikan sehingga dapat mengurangi daya dukung (carrying capasity)
kolam.
Dampak penggunaan kolam dalam yang cenderung kontradiktif tersebut
dapat ditunjukkan dari hasil pemeliharaan ikan pada kolam percontohan.
Hasil pemeliharaan ikan pada kolam percontohan (kolam dalam, 2 m)
relatif tidak berbeda dengan hasil pada kolam pembudidaya (kolam
dangkal, 1,0 – 1,2 m), baik dengan sistem produksi monokultur (gurame)
maupun polikultur (gurame dengan nila dan gurame dengan nilem).
Dampak positif penggunaan kolam dalam tidak cukup tampak dari adanya
peningkatan pertumbuhan ikan yang ditanam dibandingkan dengan kolam
dangkal. Peningkatan yang sangat signifikan pada penggunaan kolam dalam
dapat diperoleh dari efisiensi penggunaan lahan. Pada luasan lahan yang
sama, produksi ikan dengan kolam dangkal dapat ditingkatkan 3-4 kali
lipat bila dengan menggunakan kolam dalam sehingga dapat berpengaruh
terhadap peningkatan produksi secara total dalam satu kawasan.
Hasil ikan gurame pada sistem monokultur relatif tidak berbeda dengan
hasil pada sistem polikultur tetapi terdapat peningkatan nilai tambah
dari hasil panen ikan nila atau nilem. Antara ikan utama (gurame) dengan
ikan tambahan (nila atau nilem) tampaknya tidak terdapat persaingan
untuk mendapatkan sumber makanan, baik pakan utama (pelet buatan) maupun
pakan tambahan (hijauan). Meskipun ikan-ikan ini cenderung bersifat
herbivora, namun karena dilakukan pengaturan ukuran tanam sehingga
persaingan dapat ditekan dan ikan tambahan tampaknya cenderung
memanfaatkan sisa metabolisme ikan utama dan sumber makanan lainnya.
Penggunaan pakan buatan tenggelam yang bersumber dari hasil produksi
kelompok pembudidaya menunjukkan hasil total yang relatif tidak berbeda
dibandingkan dengan menggunakan pakan buatan apung yang bersumber dari
pabrik pakan. Secara visual, ikan yang diberi pakan apung tampak
berukuran lebih gemuk dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan
tenggelam. Namun secara bobot, ikan yang diberi pakan berbeda tersebut
relatif tidak berbeda sehingga dari bobot total panenan juga tidak
berbeda. Sedangkan pada penanganan pasca panen (transportasi ikan dari
kolam sampai pasar), terdapat perbedaan ketahanan tubuh antara ikan
dengan sumber pakan yang berbeda tersebut. Ikan yang diberi pakan
tenggelam cenderung lebih tahan terhadap tekanan fisiologis saat
transportasi dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan apung. Namun
demikian, pada kegiatan percontohan ini tidak dilakukan identifikasi
secara mendetail dan perlu penelaahan yang lebih lanjut mengenai
perbedaan ketahanan tubuh tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar